Sabtu, 16 Oktober 2010

Despicable Truth


Mungkin Tuan, Nyonya dan Nona tidak pernah merasakannya, karena kalian adalah dewa-dewi dengan permata bertaburan di sekujur tubuh dan pakaian kalian. Legenda langit yang bersinar terang. Tidakkah kalian merasa hina, jelek dan tidak pantas dilihat? Oh, orang-orang macam hamba yang hina ini susah sekali menatap Tuan, Nyonya dan Nona sekalian, terlalu terang. Mata hamba menjadi silau dan yang terlihat hanyalah cahaya. Mata hamba menjadi buta, seandainya hamba berlama-lama menatap Tuan, Nyonya dan Nona. Maaf, maaf, maaf. Hamba tidak berani menatap, ijinkan hamba menundukan kepala. Silahkan Tuan, Nyonya dan Nona sekalian melanjutkan jamuan makan malamnya.

"Feb, Feb. Tatap mata saya!" Saya mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah ke arah mata saya dan adik saya, Febri (seperti gerakan dan perkataan sang master Deddy Corbuzier).
"Hahaha! Ga ah. Ntar Devina tahu lagi. Hahaha!" Febri dan sayapun tergelak tertawa terbahak-bahak.
"Eits. Aku tahu loh Feb, kira-kira orangnya seperti apa." Saya berusaha serius menerka sambil menatap mata adik saya.
"Hahaha. Devina ngaco!" Si Febri tertawa malu-malu.

Beda lagi dengan adik saya yang satu lagi, Benat.
"Deph, Deph coba liatin deh, maksud temenku ini apa?" Tanpa malu-malu dan basa-basi dia memberikan link foto teman yang dimaksud.
"Nat, Nat.." Saya menanggapi permintaan adik saya seserius mungkin.
"Hem.." Saya menatap foto temannya itu sejenak.
"Kenapa Deph? Kenapa? Ada yang aneh yah?" Si Benat penasaran.
"Eh, dia cewe kan yah?" Serius saya bingung, temennya ini cewe atau cowo.
"Ya elah Dephina! Itu jelas-jelas cowo!" Hahaha. Si Benatpun tidak jadi bertanya lanjut.

Melesat dari satu meja ke meja lain. Terbang dan hinggap tanpa tujuan yang jelas, bau makanan yang menuntun. Jelas yang saya suka. Terbang tanpa diketahui manusia-manusia berkilauan di bawah sana. Tidak digubris, tidak dipedulikan. Diam-diam saya menatap sebuah pojok gelap. Ah! Gudang makanan. Tanpa bau, tanpa rasa, tanpa penerangan. Frozen food. Saya tidak suka. Menatap Tuan, Nyonya dan Nona menyantap hidangannya, menerbitkan liur hamba. Bzzzttt. Hamba mengintip sejenak, tanpa sengaja Tuan menangkap bayangan hamba. Ups. Sembunyi! Hamba dilarang menganggu acara jamuan mereka, maklum hamba kotor, tidak higienis, biang penyakit. Hahaha. Tuan, Nyonya dan Nona tertawa. Kira-kira apa yang mereka bicarakan yah? Ah, hamba tidak peduli. Semoga saja Tuan, Nyonya dan Nona tidak lagi memerhatikan hidangan mereka. Hamba lapar.

Ada yang aneh dengan mereka.

"Hei! Tuan, Nyonya dan Nona! Jelas-jelas kita sama!"

Sepenglihatan saya yang rabun dan tidak jelas ini, bentuk kita sama. Walaupun samar, saya yakin kita sama. Karena kadang saya mengerti apa yang kalian bicarakan. Tidakkan kalian pernah menantap saya? Menghiraukan dan memperhatikan bentuk saya? Cuih. Mulut hamba yang berbuih-buih penuh sumpah-serapah, kuku-jari hamba yang kotor penuh dengan gumpalan kotoran dan darah. Apalagi pikiran-pikiran hamba yang keruh dan penuh prasangka. Jalang!

*Taken from Wikimedia Commons.


My Cute Heroin

"Loh, saya pesennya kan lemon tea panas?!" Bentak tante di sebelah saya.
Si Mbak yang membawakan segelas ice lemon tea itu bingung, terdiam sejenak, dan mengecek bon yang terletak di bawah meja.
"Tapi di sini tertulis ice lemon tea." Dengan takut-takut si mbak pramusaji yang imut itu menunjukkan secarik kertas.
"Jelas-jelas saya minta teh hangat! Iyahkan?" Si Tante meminta dukungan dari teman-temannya.
"Permisi sebentar" si mbak pramusaji tampak mengkerut takut dan pergi meninggalkan tante itu. Berselang beberapa detik si mbak pramusaji imut tadi menghampiri kembali meja tante di sebelah saya, kali ini bersama mbak manajer (yang juga imut).
"Maaf, tadi saya salah mencatat pesanan Anda. Satu lemon tea hangat akan segera diantar. Sekali lagi maaf." Dengan sigap si mbak manager menunduk minta maaf, mencoret dan menuliskan sesuatu di bon pesanan Tante.

Sebenarnya bukan sepenuhnya salah si mbak manajer yang mencatat orderan si Tante. Dari awal si Tante hanya menyebut 'lemon tea' tanpa kriteria spesifik panas atau dingin. Berhubung kondisi restoran sedang ramai (sebagai bukti, saat itu saya sedang duduk di sofa tunggu bersama beberapa tamu lainnya) si mbak manajer pun mengasumsikan pesanan si Tante sebagai 'ice lemon tea'. Dan semestinya si Tante tadi juga mendengarkan dengan seksama ketika si mbak mengulangi pesanannya, bukannya malah mencueki dan asyik tertawa dengan teman-temannya. Pengulangan si mbak pun menjadi sia-sia karena diakhiri dengan anggukan si Tante tanda setuju. Nyatanya? Satu gelas ice lemon tea tersia-siakan (gluk, saya haus..).

Setelah menunggu sekitar 10 menit pesanan saya datang, dan ternyata yang membawakan adalah si mbak manajer yang imut (kecil banget mbaknya, tingginya sedagu saya, kurus, baju seragamnya tampak longgar, dan kacamatanya tampak melorot, lucu deh :D), rasanya saya pingin memeluk si mbak erat-erat dan bilang "Salut sama si mbak. Keren!" Plok, plok, plok (suara tepuk tangan). Si mbak manajer imut ini menurut saya memang keren, bayangkan seluruh dinning area di lantai satu ini dia yang menguasai, termasuk order untuk take away, urutan antrian meja, kadang dia membantu pramusaji membawa makanan dan sebagai security juga (penjaga pintu yang membatasi tamu yang nekad nyelonong masuk tanpa antri). Oiyah, sebagai mesin penyambut tamu juga dengan ucapan "Selamat datang" dan "Terima kasih untuk kunjungannya" setiap kali ada tamu yang melewati pintu. Apakah dia tidak mempunyai anak-buah? Oh ada, tapi entah-mengapa pelayan-pelayan yang lain selalu saja bertanya pada dia, dan pada akhirnya dia juga melayani langsung. Mungkin karena jam sibuk sehingga tidak memungkinkan untuk menjelaskan panjang lebar. Ugh, susah juga.

Dan lagi, teriakan si mbak manajer imut ini telah menyelamatkan kepala saya dari tumpahan saos steak. "Hey! Hati-hati itu. Jangan ditaruh di situ!" Saya sendiri tidak menyadari ketika mbak pramusaji imut berdiri di belakang saya, menggunakan bantalan sofa sebagai alas tulis, sedangkan tangan kirinya melayang di atas kepala saya dengan senampan steak tertutup di dalam plat besi panas dan secangkir saos di atasnya. Bayangkan, dengan sebelah tangan yang kecil dan ringkih dia mengangkat itu! Si mbak manajerpun segera mengambil alih nampan itu dan menjauhkannya dari atas kepala saya. Fiuh. Hidup mbak manajer imut! Hahaha. Dengan senyum mengembang di bibir saya (karena pesanan sudah di tangan) dan senyum lelah di bibir si Mbak, sayapun melangkah pulang, dibukakan pintu dan diiringi suara lembut mbak manajer imut "xie xie guang lin.."

*ilustrasi: produk barunya Pizza Hut China :)

Rabu, 13 Oktober 2010

Stubborn

"Aku tidak ingin mencintai dia." Terus saja mengingkari.
"Apa yang sebenarnya kau rasakan?"
"Sepi, sendiri. Yah, kesepian."
"Kamu kesepian?"
"Hey! Aku butuh teman."
"Teman? Bukankah kamu selalu dikelilingi teman-temanmu?"
"But, they don't have ears."
"Hanya telinga?"
"Nope, I can't hold their hands."

Sudah aku katakan dari awal, aku tidak bisa mencintaimu. Walaupun kau memintaku untuk mencoba, beberapa kalipun, hasilnya akan tetap sama.

"You are my very best friend."

Label

cerminan (23) daily (11) filosofi (1) fotografi (3) fragrance (3) jalan (5) khayal (10) musik (2) pandangan (4) photography (2) real (15) renungan (7) rumah sakit (6) santai (3) tuan puteri (2) waktu (6) weekend (6)