Tampilkan postingan dengan label waktu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label waktu. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 18 Februari 2012

Sabtu Subuh

Semenjak sore kemarin, sehabis mandi, mataku tak berhenti-hentinya berkedut. Ah, ada masalah apalagi ini, pikirku. Atau mungkin memang hanya efek dari sisa sabun cuci muka yang tanpa sengaja masuk ke mata. 

Kau baringkan aku di sampingnya. Dia tertidur nyenyak. Ranjang masa kanak-kanakku. Aku ingat betul, rangka kayu jati berpelitur cokelat tua mengkilap. Bertepian rendah, dan berkasurkan kapuk, bukan busa apalagi pegas. Di ranjang besar dan lebar itu, dia tertidur lelap. Muda dan belia. Dia tersenyum manis dalam tidurnya.

Aku dan teman kecilku, terbaring gelisah di kedua sisinya. Teman kecilku, terus-menerus meremas-remas gelisah ujung bantal guling yang dipeluknya. Aku, berkali-kali menahan kedua tanganku untuk tidak  menyentuh dan membelai wajahnya. Aku takut dia terbangun. 

Sayup-sayup terdengar burung berkicau, diikuti kokokan ayam jantan, adzan Subuh pun berkumandang dari kejauhan. 

"De, kita harus pergi.." Aku tarik tangan teman kecilku.
"Tapi aku mau di sini." Bisikannya terdengar sengau. Aku tepiskan tangan kecilnya yang berusaha menarik baju dia yang tertidur lelap.
"Jangan De.." Aku menyentak tangannya, dan menariknya ke arahku.
"Ayo De, kita harus bergegas, sebelum dia terbangun." Aku panik. Aku segera bangkit berdiri, dan menghampiri teman kecilku, membantunya mengenakan sepatunya dan mengemasi barang-barangnya yang berserakan di atas kasur. 
"Aku mau tetap di sini." Teman kecilku merajuk, digoyang-goyangkan kedua kakinya dengan tidak beraturan ketika aku memasangkan sepatunya. 
"Tidak bisa De, waktu kita habis. Ini bukan tempat kita. Kita harus pergi, sekarang!" Tetap dalam bisikan aku menghardik teman kecilku, karena tampaknya dia tidak mau beranjak dari atas tempat tidur. Sambil memeluk boneka dan bantal gulingnya, dia terus-menerus menatap nanar sesosok dia yang tertidur, yang kali ini mulai bergerak perlahan-lahan.
"Ka.." Teman kecilku mulai meneteskan air matanya, namun dia tetap tidak beranjak. Segera, aku angkat dia, aku berdirikan dia di samping ranjang jati. Bergegas aku meraih tas ranselku, yang untungnya tidak aku buka sama sekali. Akupun menarik teman kecilku, berlari melewati pintu kamar. Dia yang tertidur mulai bergerak gelisah.
"Mom, I love you.." Bisik teman kecilku, tatapannya tidak pernah beralih sedikitpun, ke arah ranjang jati besar berpelitur cokelat tua mengkilap. Sesekali aku menatap ke belakang, aku berusaha untuk terus menarik teman kecilku, berlari ke arah pintu yang sebentar lagi tertutup.

"Mom, I love you so much.."
"Mom, I love you so much.." 
"Mom..."

Dari celah pintu yang nyaris tertutup, aku melihat dia terbangun dari tidurnya, merentangkan kedua tangannya. Turun dari ranjang kayu jati berpelitur cokelat tua mengkilap. Dipakainya sendal jepit Swallow berwarna hijau, dia berjalan ke arah jendela bertiraikan kain putih berenda. Dia menatap pagi itu dengan penuh senyum.

"Mom, sampai jumpa lagi." Aku tutup pintu itu. Genggamanku kosong. Teman kecilku menghilang, meninggalkan sebuah ransel biru kecil di hadapanku.

Perlahan aku buka mataku, yang memang basah dan sembab. Cring. Cring. BlackBerry ku berbunyi, menandakan pesan masuk melalui BBM. 

"Deph.."

Adzan Subuh pun sayup-sayup terdengar berkumandang.


Rebuild

Rabu, 15 Desember 2010

Gundah Gulana*



Penantian kali ini benar-benar menyeramkan. Oh, bukan karena berapa jumlah usia saya sekarang, justru itu adalah hal terakhir yang saya sadari.

"Mbak, kuenya mau diantar kapan?"
"Eh, bentar yah Mbak. Saya cek kalender dulu." Sayapun tergesa-gesa mengeluarkan handphone dan mengecek, berapa hari lagi saya akan berulang tahun. Ah!
"Kuenya ini untuk Mbak sendiri atau untuk orang lain?" Si mbak pramuniaga bertanya lebih lanjut.
"Untuk saya sendiri kok."
"Oh.."
"Lilinnya mau yang satu-satu atau yang berbentuk angka? Kalo boleh tahu usianya berapa yah Mbak?"
"Eh, bentar yah Mbak." Lagi-lagi saya mengeluarkan handphone dari saku jaket saya, menghitung berapa usia saya tahun ini. Hahaha.
"Ini kuenya untuk Mbak sendirikan?" Tanda-tanda si mbak pramuniaga tertular 'amnesia' dadakan saya.

Ngeri, itu yang saya rasakan sekarang. Boleh dibilang 'takut' untuk menghadapinya. Bukan untuk hari H nya tapi untuk hari-hari berikutnya, sudah siapkah saya? Tahun kemarin (dan tahun-tahun sebelumnya) mayoritas saya melaluinya tanpa perasaan apa-apa, biasa saja. Yah, berulang lagi hari kelahiran saya. Namun, bukan hanya saya yang bertambah usianya, juga orang-orang yang saya cintai.

"Wei..**" Jawab saya dengan suara serak dan lemah.
"Dephina! Kamu kenapa?! Sakit?! Abis nangis?!" Si Mama bertanya dengan panik.
"Lagi bobo Mam." Jawab saya singkat.
"Oh, Mama pikir kamu sakit."
Sayapun bercerita tentang keseharian saya, diselingi cerita-cerita Mama dan orang-orang di rumah. Tiba-tiba sampai pada topik: ulang tahun saya.
"Deli! Dephina bentar ulang tahun loh. Hahaha. Mama lupa." Yup, si Mama berteriak ke arah Deli, adik saya, yang sepertinya berada di dekatnya.
"Dephina tua loh. Hahaha"

Mengapa waktu tidak pernah berhenti berputar dan mengulang? Detik, menit, jam bahkan tahun terus berulang. Sampai kapan saya dan orang-orang yang saya cintai bisa mengulangi waktu ini? Waktu yang kita habiskan bersama-sama di dunia ini. Satu dasawarsa sepertinya sangatlah singkat. Yah, berapa lama waktu yang saya habiskan 'di luar' jauh dari mereka? Nyaris delapan tahun. Berapa dasawarsa lagi waktu yang saya miliki?



*Curhat colongan Devina hari ini :D

**Halo dalam bahasa Mandarin (喂)


Tampaknya saya akan selalu menjadi 'devina kecil' di dalam benak Mama :) Love you full Mom, you're the best! :D

Rabu, 21 Januari 2009

Cenayang

Beruntungkah mereka yang bisa melihat atau mengintip ke masa depan? Saya bisa katakan itu mengerikan. Saya bukan paranormal, cenayang atau bahkan dukun. Saat ini saya diberi kesempatan untuk memperkirakan bagaimana kisah saya nantinya, melalui perjalanan seorang senior saya. Tidak aneh buat mereka yang memiliki banyak senior, dengan masalah yang mirip, mereka bisa mencontoh dari siapapun. Saya di sini, hanya punya 2 senior senegara, dan hanya satu yang benar-benar 'berlayar' dalam satu bahtera. Melalui dialah saya (mungkin) bisa memperkirakan bagaimana kiranya kisah saya nanti. Apakah saya bisa? Sehebat diakah? Tetapi apakah akan sama? Nasib dan pengalaman setiap orang kan berbeda-beda. Setidaknya saya bisa bersiap-siap dulu.

Senin, 19 Januari 2009

Saat Ini

Bukan lagi mengejar mimpi. Semuanya sudah merupakan kenyataan. Bukan lagi angan-angan. Kenapa kamu tidak memperjuangkan nya? Sedari dahulu kamu menginginkan nya, berusaha menggapai nya. Sekarang sudah diraih, sudah di genggaman, malah dianggap mimpi.

Berjuang. Ternyata susah juga hidup untuk saat ini. Malah mengingat-ingat masa lalu, mengharap-harap masa depan. Ayo, isi hari ini. Semangat.

Rabu, 14 Januari 2009

Pilihan

Sehari lagi berlalu, masih belum sepenuhnya terbiasa, masih belum menemukan tujuan yang sebenarnya. Maunya apa sih?! Harus memulai langkah baru lagi? Atau meneruskan apa yang sudah saya pilih? Saya menjalankannya tidak dengan sepenuh hati. Jurusan pun, bukan pilihan utama. Namun, tetap saja merupakan pilihan saya juga. Katanya tunggu saya 'besar'. Eh, nyatanya waktu berjalan terlalu cepat. Sudah besarlah saya. Mana mungkin saya menunggu lagi, melihat kemungkinan lainnya, seharusnya saya bertanggung jawab penuh terhadap pilihan saya. Bukan, lagi-lagi mengadu pada ibu, kecewa katanya.

Minggu, 11 Januari 2009

Periode

Sudahlah. Mungkin itu kata 'pegangan' saya belakangan ini, daripada saya harus stress berkepanjangan tanpa ujung pangkal. Sudahlah, toh semuanya akan berlalu. Sudahlah, toh kita ga akan stop dan stuck di satu saat waktu. Semuanya pasti berjalan, satu hari, satu minggu, tiba-tiba sebulan berlalu. Terlalu berat buat saya, kalau harus memikirkan komitmen jangka panjang. Saya membagi-baginya menjadi durasi pendek, untuk pencapaian. Tiga hari awal (saya sudah melewatinya), seminggu berikutnya (target saya selanjutnya, bertahan untuk seminggu penuh di dalam rutinitas), menantikan Tahun Baru Imlek, dan berarti selesailah bulan Januari ini. Yah, kiranya seperti itu dulu rencana saya.

Label

cerminan (23) daily (11) filosofi (1) fotografi (3) fragrance (3) jalan (5) khayal (10) musik (2) pandangan (4) photography (2) real (15) renungan (7) rumah sakit (6) santai (3) tuan puteri (2) waktu (6) weekend (6)