Senin, 21 Maret 2011

Sloppy Straw Hat

Wew, ternyata postingan terakhir saya, membuat saya berpikir lebih dalam lagi, dan itu melelahkan. Hahaha. Dan akhirnya saya berkesimpulan:

1. Belum tentu 'subjek penderita' yang saya ceritakan di sana mengalami kesan yang sama dengan saya. Siapa tahu dia malah termotivasi dan happy-happy saja, karena tahu ada teman-teman yang selalu memperhatikan dia, dan mengingatkannya untuk senantiasa sehat! Mungkin cerita saya malah 'annoying' buat dia, sok tahu saya! :p

2. 'Mulutmu (adalah) harimaumu', hati-hati kalau berbicara Dev, bisa-bisa kamu diterkam sama 'mulutmu' sendiri. 'Teman-teman' adalah teman-teman, mereka yang akan selalu mengingatkan kita kalau kita salah atau tersesat. Mereka yang akan membuat kita benar atau tambah keblinger. Koreksi, mereka bukan tukang 'bully' ;)

3. Mungkin, yah mungkin sifat saya tidak pernah bisa disiplin dalam hal apapun, termasuk berolah-raga, makan, berfoya-foya, waktu dan tentu saja BELAJAR! Belum sejalan dengan tingkat kedisiplinan mereka dalam hal apapun, khususnya kesehatan (individu). Dokter adalah panutan, dokter adalah 'model'. Yah, kalau tinggi badan Anda lebih dari 165 cm, berpenampilan menarik, berbody sintal, silahkan hubungi agen bakat terdekat :p

4. Ujung-ujungnya saya yang menjadi 'musuh' bukan teman bagi dia dan teman-temannya, seorang outsider tidak tahu diri. Ketemu belum tentu sebulan sekali, tidak pernah peduli akan masalah mereka, tahu juga engga kabar tentang mereka. Outsider yang hanya sesekali mendengar dan berkesimpulan salah.

5. "Pantat loe makan tempat banget sih, geser dikit napa!" Maaf Tuan, pantat saya memang segini dan tidak bisa dilipat. Bagaimana kalau Tuan saya pangku? Sekalian lap dancing deh. Eh?!

Kebanyakan komentar 'sinis' tentang berat badan, penampilan, status, dsb nya itu memang dikemukakan oleh kaum adam. Hah?! Yup, kalau teman perempuan masih bisa saya toleransi. Mengapa, oh, mengapa pria-pria itu lebih sadar penampilan dibanding kami-kami, kaum hawa tak berdaya ini?

6. Kesimpulan no. 5 di atas, menimbulkan masalah baru buat saya. "Wajarlah, ga ada cowo yang tertarik sama dia. Ck, ck, ck." Decak kasihan Tuan-Tuan Tampan disertai tatapan iba dan gelengan kepala. "Mending cakep, udah gitu kalo cerita ga jelas ujungnya, membosankan, sinis pula!"

7. Btw, kesimpulan no. 5 dan no. 6 di atas agak OOT kayanya :D

Maaf Tuan-Tuan Tampan nan sempurna, mungkin saya salah menjejakan kaki di planet Tuan. Mungkin, di planet lain di luar sana, ada jenis Tuan-Tuan yang berpendapat kalau saya 'ga jelek-jelek dan ga sinis-sinis' banget kok. Dari lubuk hati saya yang paling dalam saya meminta maaf dan mendoakan kebahagian untuk kalian, Tuan-Tuan Tampan yang baik hati beserta Tuan, Nona dan Nyonya pendamping. GBU bro' ;)





Saya menyimpan satu topi jerami berukuran lebar mirip ilustrasi di atas. Nope, saya belum sempat mengajaknya berlibur ke pantai, untuk menikmati tiupan angin semilir di antara deru ombak, jejeran pohon kelapa, dan gelitik pasir. Lalu? Saya dan adik-adik bergiliran mengenakannya, ketika sedang asyik nonton TV di kamar Mom. Saya dan adik-adik 'bergerombol' di satu ranjang, ngobrol ngalor-ngidul sambil nonton TV dan bergantian mencomot sang topi dan memakainya. Score! Big smile! :D

Minggu, 20 Maret 2011

S A R A (B)*

"The Girl you just called fat? She's been starving herself & has lost 15kgs. The Boy you just called stupid? He has a learning disability & studies 4hrs a night. The Girl you just called ugly? She spends hours putting makeup on hoping people will like her. The Boy you just tripped? He is already abused enough at home. There's more to people than you think. Post this as your status if you're against bullying."

Beberapa teman saya mempostkannya di wall Facebook mereka beberapa hari yang lalu. Saya pernah 'gendut' dan sekarangpun saya masih sedikit 'chubby', keluarga saya besar-besar. Apakah saya perlu menyesali keadaan saya sekarang, karena saya 'besar'? Mungkin orang-orang beranggapan saya malas berolahraga dan beraktivitas, dan yups, dugaan mereka adalah benar adanya! Hahaha.

Berhubung teman-teman saya dari sananya 'kecil-kecil', mungkin mereka tidak merasakan bagaimana 'susahnya' menjadi besar. Argh, saya jadi sirik.

"Feb, Feb, Feb. Diet."
"Iyah Deph, ini juga lagi diet."

Berisik amat sih kalian! Pergi makan ke restoran, malah ribut ngomongin 'diet, berat badan, gendut, gendut'! Capek dengernya.

Beruntunglah kalian yang memang dari sananya kecil-kecil, ga perlu takut gendut dan mungkin memang ga ada bakat gendut sama sekali. Mestinya kalian bersyukur dan bukannya terus-menerus menyindir teman yang lebih 'berisi' dibanding kalian.

Teman-teman bisakah kalian tidak menyinggung masalah berat badan dan obesitas sebentar saja? Saya tahu dan menyadari kalau saya 'besar'. Tapi masa setiap kali kalian melihat saya, yang pertama kali muncul di benak kalian adalah kata obesitas, over weight, gendut? Yah, lama-lama saya merasa jadi tidak nyaman dan insecure kalau berada di tengah-tengah kalian.

"Gede banget sih loe."
"Porsi makan 3 orang loe abisin sendiri."
"Gila, ukuran lengan loe seukuran paha gue."

Dua sahabat saya adalah penderita bulimia dan mungkin anorexia juga. Apa perlu kita menambahkan satu sahabat lagi?

"Kalau bukan teman sendiri yang menghina, siapa lagi yang bakal menyadarkan kesalahan kita?"

Itu kata-katanya. Dia menyadari sindiran kalian sudah sampai batas 'hinaan' dan untungnya dia berbesar hati, dan menganggap kalian adalah teman-teman yang baik yang menyadarkan dia. Terlebih lagi dia menganggap sebagai kesalahnya sendiri. Duh, ngeri saya mendengarnya. Teman yang baik adalah teman yang mau menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing individu tanpa menjudge berapa sih berat badannya ;)

Terus terang saya takut dengan kalian, berapa kilo lagi berat badan yang harus dia susutkan? Dulu saya merasa 'fun' kalau jalan bersamanya, karena dia memang teman 'foodie' saya, mencoba-coba makanan dan minuman baru. Sekarang? Seperti seorang pasien dengan komplikasi jantung dan diabetes, makan ini tidak bisa, makan itu dilarang. Bukan salah siapa-siapa. Memang pilihannya untuk menjalani diet ketat seperti itu, dengan alasan kesehatan tentunya. Kita bisa mengundang dia makan, dia datang, kita makan, dia hanya minum. Bukan hanya sekali, berkali-kali.

Masalah berat badan adalah masalah yang sensitif, seperti SARA. Yah, teman-teman, seperti yang pernah kalian bahas 'SARAB': suku, agama, ras, antar golongan dan berat badan. Kalian sendiri yang membahasnya tapi kalian juga yang terus-menerus menyinggungnya.

Maaf teman-teman, saya memang pengecut karena saya tidak berani mengutarakannya secara langsung. Saya malah menuliskan cerita tidak jelas di sini. Saya takut dibilang tidak 'asyik' dan dianggap sirik dengan keadaan kalian. Saya diam.

Ingat teman-teman, tidak semua orang dilahirkan dengan sempurna, hargailah orang lain, terlebih teman kalian sendiri :)


sumber: www.allposters.com

*Istilah ini dicetuskan oleh beberapa teman saya di sini, seingat saya dr. Muzakkir (atau dr. Evan mungkin) yang menambahkan B di belakangnya :)

Kamis, 10 Maret 2011

Kopi Tubruk

“Mommy, do I need to tell them how much money did I spend on this wallet?” Duh, perasaan repot bener mo ngomong: Elo mau tau berapa 'harga' dompet gue? ;p

Semua yang loe bilang itu omong kosong, Dev! BULLS*IT! Cerita kok ngalor-ngidul ga karuan ujungnya. Kita ga butuh cerita tentang loe, bosen denger cerita-cerita tentang ‘kehebatan’ atau pengalaman-pengalaman loe yang biasa banget. Yah, yah, yah maaf deh teman-teman. Apa daya, seorang Devina adalah perempuan yang biasa banget, ga penting dan tidak layak disandingkan bersama kalian.

“Hey, kalian ada ide ga, tahun baruan kali ini kita mau ngapain?”
“Paling kaya biasa, kumpul-kumpul, makan-makan.”
“Ho oh. Tapi makan apa yah?”
“Cari cafe ato resto yang enak Dev.”
“Iyah, kalo bisa yang tempatnya enak buat ngobrol-ngobrol, makanannya bukan yang ecek-ecek gituh.”
“Seip, ntar gue cariin deh.”


“Gue suka kopi tapi liat-liat dulu lah, enak apa engganya.” Begitu pengakuan Pria*, teman baru saya.
“Iyah, iyah. Gue juga suka banget kopi! Elo suka kopi apa?” Antusias saya menjawab, karena selama ini teman-teman saya ga ada yang suka kopi.
“Nescafe.” Jawabnya singkat.
“Eh, elo suka kopi kan?” Tanya saya lebih lanjut.
“Iyah, tiap hari gue minum kopi.”
“Nescafenya itu kopi instant yah?”
“Iyah, tiap pagi gue harus minum itu. Gue ga suka Kapal Api ato apalah itu.”
“Ouh..” Kecewa saya mendengar jawaban teman saya itu.


Self centered. Yah, kalau-kalau mereka mau mendengarkan pendapat dan cerita saya. Masing-masing punya cerita sendiri, pendapat masing-masing dan akhir-akhirnya saya diam. Siapa juga yang mau mendengarkan cerita seorang tukang tipu yang sebenarnya ga bisa apa-apa :) Gusti, mengapa mereka begitu tinggi di atas sana? Susah rasanya untuk bisa sinkron dengan mereka. Pintar-pintar, cantik-cantik, dari kaum ‘berada’ pula. Bagaimana dengan kepribadian mereka? Sepertinya lebih baik dari saya yang selalu rendah diri dan iri hati, yang lebih bagus lagi, mereka mensyukuri sepenuhnya apa yang mereka punya. Sempurna! Hahaha.

“Teman, gue dah nemu nih cafe yang cocok buat tahun baruan kita.”
“Makanannya apa?”
“Chinese food, tapi enak kok.”
“Yah elah, ga ada yang lebih bagusan lagi? Chinese food kan gituh-gituh aja.”
“Oh, ada sih resto lain tapi tempatnya biasa aja.”
“Janganlah. Kalo ada tempatnya bagus, makanannya enak.”
“Oh, jadi inget! Ada satu lagi, tempatnya deket sini kok. Sekalian liat aja kalo gituh.”

Setelah 15 menit kita berjalan kaki, sampailah kita di resto yang dimaksud.

“Tempatnya bagus kan?” Deg-degan saya bertanya, takut tidak sesuai dengan standard mereka.
“Iyah, nyaman. Coba liat menunya dulu deh?”
“Makanannya enak loh, kalo bosen sama Chinese food, coba spaghetti aglio-olio nya deh. Emang sih makanan vegetarian, dan agak mahal tapi menurut gue bener-bener enak.” Takut-takut saya menunjuk gambaran sepiring spaghetti di buku menu yang disodorkan.
“Emang berapa?” Tanya seorang teman.
“Waktu itu sih sekitar 48 kuai**.”
“Hah?! Ini ga ada dagingnya kan yah?”
“Iyah, cuma spaghetti yang dimasak pake bawang putih sama olive oil.”
“Yah elah, itu gue juga bisa bikin sendiri di rumah, mending ke Pizza Hut sekalian.”

Bisa ditebakkan, di manakah akhirnya kita merayakan malam tahun baru bersama? ;)

“Pri, elo masih suka kopi kan yah? Ini, kebetulan gue dikirimin kopi. Elo coba deh.” Saya menyodorkan sebungkus plastik kecil berisikan 6 sendok kopi.
“Apaan neh? Ga ada merk nya gituh. Bukan jenis-jenis kopi tubruk gituh kan?”
“Kayanya sih bukan, gue juga blom nyoba. Temen gue belinya kiloan gituh. Elo coba aja dulu, ntar kasih tau gue rasanya gimana.”

Sesampainya saya di kamar, sayapun segera mencoba kopi yang baru saya ‘haluskan'. Saya membaui serbuk cokelat pekat itu, hem, bau rempah-rempah (tapi jenis apa yah?).

“Gimana Pri, kopinya manteb kan?” Penasaran saya bertanya pada Pria.
“Apanya yang manteb Dev?! Pahit banget! Udah gue tambah susu setengah gelas, rasanya tetep pahit. Terus ampasnya banyak banget. Untung loe ngasihnya dikit. ”
“Hah?! Emang gimana loe nyobanya?”
“Yah, gue seduh kaya bokap gue nyeduh kopi tubruk.”
“Oh, okeh. Elo bener-bener suka kopi kan yah Pri?”
“Iyah. Tapi gue ga suka kopi-kopi murah gituh.”


Cappuccino




Sender: Ria
Message: Dev, gimana kopinya? Enak ga? Gue beli pas lagi jalan-jalan ke Medan. Mahal euy, 120 rebu per kilo. Tapi gue langsung jatuh hati sama rasanya yang manteb itu! Makanya gue kirimin testernya ke elo ;)




*Bukan nama sebenarnya, tapi dia berjenis kelamin 'pria' :D Oiyah, Pria dan Ria adalah orang yang berbeda ;)
**mata uang China, bernilai sekitar 64.000 IDR

Tambahan: tulisan yang dibold, Devina yang ngomong ;)

Label

cerminan (23) daily (11) filosofi (1) fotografi (3) fragrance (3) jalan (5) khayal (10) musik (2) pandangan (4) photography (2) real (15) renungan (7) rumah sakit (6) santai (3) tuan puteri (2) waktu (6) weekend (6)