Bualan kosong yang tidak berarti. Pengandaian. Permaknaan. Perumpamaan. Ketidak-jelasan. Ketidak-pastian. Berakhir dengan pernyataan ataupun pertanyaan (di dalam hati).
Minggu, 08 Mei 2016
I Am (not) So Happy Customer
Kamis, 17 Mei 2012
Restricted/ Dewasa*
Sabtu, 02 Juli 2011
Head-In-The-Clouds
Permisi Tante Cantik, maaf tulisan terakhir saya sepertinya menyinggung perasaan Tante. Terlebih lagi tulisan itu membuat saya 'terdengar' tidak cerdas, alias bodoh dan tidak terpelajar. Maaf Tante Cantik, kemampuan telepati saya masih belum terasah sepenuhnya. Nanti kalau ada kesempatan saya akan mencari Prof. X untuk berguru padanya. Duh, saya lupa kalau Prof. X sudah tiada, tewas terbunuh di episode The Last Stand (atau koma yah?).
Saya tahu Tante Cantik tahu segalanya, minder saya berada di dekat Tante Cantik. Tapi apa boleh buat Tante, keadaan saya yah seperti ini, dekil, kucel, bau dan tidak tahu apa-apa (serta lamban pula). Berbeda dengan Tante Cantik yang selalu harum, cantik dan kelihatan kinclong. Makanya saya maklum ketika Tante memutuskan untuk menjauh dari saya (selalu berada 3 langkah di depan, wajib hukumnya). Hiks. Memang tidak sepadan sepertinya.
"Bukan begitu!"
"Jangan!"
"Ga bisa!"
"Salah!"
"Engga boleh!"
Tante, saya belum sempat mengutarakan pendapat saya, tapi Tante Cantik sepertinya selalu tahu kalau pendapat saya pasti salah. Maklum saya anak pedagang, bukan anak seorang cendekiawan yang setiap harinya berkutit dengan buku dan pengetahuan.
'I'm just a girl..'
Tante Cantik, jangan galak-galak dong. Takut saya. Katanya Tante Cantik adalah seorang wanita yang lemah-lembut, tapi kok kalau berbicara kepada saya selalu dengan nada tinggi dan membentak. Kalau nanti orang lain tahu, image Tante bisa berubah loh. Maaf Tante, gara-gara kelambanan saya Tante jadi emosional.
Rabu, 22 Juni 2011
Coffee for Two
Dia bilang "saya cantik.." Oh, yang dimaksud bukan 'saya' tapi dirinya sendiri. Hahaha. Yah, dia 'cantik', menurutnya. Berkali-kali saya bertemu dengan orang-orang bertipe seperti ini, mereka yang memiliki percaya diri sangat tinggi. Tidak ragu-ragu mereka menyatakan diri mereka sendiri sebagai 'wanita mandiri yang supel, cantik, seksi dan mapan'. Pingin rasanya saya mempertemukan teman-teman yang bertipe seperti ini di dalam satu kesempatan. Apa kiranya yang akan mereka bicarakan yah?
Satu teman saya memang seorang model, tapi bukan super model. Beberapa kali dia ikut kontes kecantikan, biasanya dia tersaring di tahap-tahap awal penjurian tapi sayangnya hanya sampai situ. Tapi memang dia 'cantik', berpostur bagus dan berpenampilan menarik, dari kalangan 'jet setter' pula. Dia salah satu 'klien' setia saya, kalau kebetulan saya pulang kampung, dia pasti langsung menghubungi saya untuk mengatur jadwal bertemu. Biasanya dia akan mengajak saya (mentraktir lebih tepatnya) ngopi-ngopi di 'warung kopi' mewah. Gelas per gelas cappuccino, latte bahkan ice lemon tea terus mengalir bergantian dengan cake dan snack ringan yang saya pesan. Si dia terus bercerita. Sesekali saya berkomentar dan menyatakan pendapat. Si dia hanya minum segelas-dua gelas kopi hitam pekat sambil mendengarkan dengan serius pendapat-pendapat saya. Kok saya betah? Cerita si 'dia' ini menarik dan jarang terjadi di dalam kehidupan saya, bahkan dalam kehidupan nyata sekalipun. Saya 'suka' kepribadiannya, walaupun ceritanya selalu tentang dirinya tapi dia bercerita dengan penuh gairah dan saya tidak pernah bosan mendengarkannya bercerita (baca: berkeluh-kesah). "Amit-amit deh Dev, walaupun dia manajer bank tapi tampangnya ga enak diliat, supirku aja masih lebih enak diliat!" Dia menyeruput kopi pahitnya sambil mengetuk-etuk meja kayu di depan kami.
Beda lagi dengan seorang teman yang selalu menyempilkan kata cantik, anggun, dewasa, feminin dan kata-kata sejenisnya itu untuk mendeskripsikan dirinya dan tindakan yang dilakukannya. "Permisi, wanita cantik mau lewat." Begitu katanya ketika dia melintas di hadapan saya. "Yah iyalah, wanita anggun ga mungkin duduk ngangkang." Suatu kali si dia mengomentari cara duduk saya, dan dengan sigap dia mencontohkan cara duduk wanita anggun yang benar. Teman saya ini juga suka bercerita dan menceritakan ulang cerita teman-temannya, dia juga selalu berusaha untuk membuatnya menarik. Tapi yah.. Tetap saja membosankan. Ceritanya biasanya kutipan (entah dari mana), dia jarang meminta pendapat atau mendengarkan komentar pendengarnya. Ketika saya ingin berkomentar, dia akan bilang "Bentar dulu, gue bla bla bla.." atau "Dengerin gue dulu.." Sayapun mendengarkan dia bercerita sampai selesai dan saya lupa mau berkomentar apa. Hahaha. Apakah si dia cantik seperti penggambaran dirinya tersebut? Apakah 'kualitasnya' sebagus yang dia ceritakan? Relatif sebenarnya, tapi yang pasti dia pelit! Dia tidak pernah menraktir saya :p
"Saklek kamu, Dev. Apa susahnya sih bilang kalau dia cantik?" Itu pendapat Momz, ketika saya bercerita tentang teman kedua saya.
"Tapi Mom, aku ga bisa boong."
"Jadi menurut kamu dia..." Momz diam.
"Huahahaha..." Tiba-tiba Momz tertawa di ujung telepon.
"Jahat kamu, Dev. Ga boleh gituh ah, dia kan anak orang juga."
"Makanya aku ga ngomong Mom. Aku juga kan ga bagus-bagus banget."
"Iyah, biasa aja yah Dev, ga usah lebay."
Mungkin teman kedua saya terlalu banyak mendengarkan Beautiful nya Christina Aguilera. Ga ada salahnya sih sebagai 'self booster', asal jangan keterusan aja, jadi ga liat-liat sekeliling :)
"Peduli amat pendapat orang, toh gua CANTIK!" Terus-terang bosen gua. Yeah, kill me baybeh.
Catatan untuk Devina, ternyata batas pertemanannya diukur berdasarkan urusan traktir-menraktir. Traktir dia segelas kopi, maka dia tidak akan berkomentar macam-macam :D
Rabu, 15 Juni 2011
Women

Sebagian besar teman-teman perempuan saya sudah mantap, yakin dan nyaman dengan tubuh dan penampilannya. Sedangkan saya masih shock dan bingung dengan pertumbuhan dan perubahan yang terjadi. Hahaha. Mungkin beberapa teman perempuan saya akan bilang “Belagu loe Dev, umur udah bukan remaja aja, masih berasa tumbuh.”
Saya bingung bagaimana harus menyikapi bagian-bagian tubuh yang ‘berkembang’ itu. Burka mungkin bisa dijadikan pilihan, setidaknya semua bagian tubuh bisa tertutup dengan baik. Tapi bagaimana nasib wajah saya? Bukankah aneh kalau hanya bagian pundak ke bawah yang tertutup? Kebetulan beberapa teman perempuan saya ‘berani’ dalam berpenampilan, tentu saja didukung dengan bentuk tubuh yang aduhai. Saya malah risih menampilkannya. Duh, malu rasanya. Hahaha.
“Cuih! Boong banget neh anak, biasa juga pake baju kaya ga pake baju, lebih banyak bagian yang keliatan ke mana-mana.” Hem, mungkin itu pendapat beberapa teman perempuan saya setelah membaca cerita ini. “Munafik! Pake bilang risih dan malu-malu segala.” Yah, yah, yah cacian itu mungkin juga terucap, dengan tawa sinis mereka. Maaf teman-teman, kalaupun saya berpakaian ‘seadanya’ itu karena faktor kebimbangan saya, bagian mana saja yang harus saya tutupi. Setelah berjam-jam mencoba berbagai jenis baju dan celana, akhirnya saya memutuskan: Duh, daripada bingung menutupi bagian-bagian tertentu, lebih baik sekalian dibuka! Ci-luk-ba!
Catatan untuk seorang teman pria yang beranggapan perempuan dengan dada-panggul-bokong berisi sama dengan gemuk, itu salah besar! Yah, mungkin selera orang beda-beda, Mas. Tapi mbok yah jangan semua perempuan dengan sedikit lemak lantas dibilang gemuk. Mungkin beberapa perempuan risih dengan ukuran dada atau panggul/ bokongnya yang sedikit di atas rata-rata, lantas dia menutupinya dengan pakaian serba kebesaran (seperti saya, huahaha, silahkan ditertawai pernyataan ini). Kami, perempuan-perempuan tidak ‘tercetak’ sama-rata seperti model-model di katalog itu. Masalah akan menjadi lebih rumit lagi, ketika perempuan-perempuan itu menjadi ibu : )
So, pria-pria ganteng teman-teman saya, ga usah banyak nuntut deh :p
sumber gambar: google art project, wikipedia.
Senin, 21 Maret 2011
Sloppy Straw Hat
1. Belum tentu 'subjek penderita' yang saya ceritakan di sana mengalami kesan yang sama dengan saya. Siapa tahu dia malah termotivasi dan happy-happy saja, karena tahu ada teman-teman yang selalu memperhatikan dia, dan mengingatkannya untuk senantiasa sehat! Mungkin cerita saya malah 'annoying' buat dia, sok tahu saya! :p
2. 'Mulutmu (adalah) harimaumu', hati-hati kalau berbicara Dev, bisa-bisa kamu diterkam sama 'mulutmu' sendiri. 'Teman-teman' adalah teman-teman, mereka yang akan selalu mengingatkan kita kalau kita salah atau tersesat. Mereka yang akan membuat kita benar atau tambah keblinger. Koreksi, mereka bukan tukang 'bully' ;)
3. Mungkin, yah mungkin sifat saya tidak pernah bisa disiplin dalam hal apapun, termasuk berolah-raga, makan, berfoya-foya, waktu dan tentu saja BELAJAR! Belum sejalan dengan tingkat kedisiplinan mereka dalam hal apapun, khususnya kesehatan (individu). Dokter adalah panutan, dokter adalah 'model'. Yah, kalau tinggi badan Anda lebih dari 165 cm, berpenampilan menarik, berbody sintal, silahkan hubungi agen bakat terdekat :p
4. Ujung-ujungnya saya yang menjadi 'musuh' bukan teman bagi dia dan teman-temannya, seorang outsider tidak tahu diri. Ketemu belum tentu sebulan sekali, tidak pernah peduli akan masalah mereka, tahu juga engga kabar tentang mereka. Outsider yang hanya sesekali mendengar dan berkesimpulan salah.
5. "Pantat loe makan tempat banget sih, geser dikit napa!" Maaf Tuan, pantat saya memang segini dan tidak bisa dilipat. Bagaimana kalau Tuan saya pangku? Sekalian lap dancing deh. Eh?!
Kebanyakan komentar 'sinis' tentang berat badan, penampilan, status, dsb nya itu memang dikemukakan oleh kaum adam. Hah?! Yup, kalau teman perempuan masih bisa saya toleransi. Mengapa, oh, mengapa pria-pria itu lebih sadar penampilan dibanding kami-kami, kaum hawa tak berdaya ini?
6. Kesimpulan no. 5 di atas, menimbulkan masalah baru buat saya. "Wajarlah, ga ada cowo yang tertarik sama dia. Ck, ck, ck." Decak kasihan Tuan-Tuan Tampan disertai tatapan iba dan gelengan kepala. "Mending cakep, udah gitu kalo cerita ga jelas ujungnya, membosankan, sinis pula!"
7. Btw, kesimpulan no. 5 dan no. 6 di atas agak OOT kayanya :D
Maaf Tuan-Tuan Tampan nan sempurna, mungkin saya salah menjejakan kaki di planet Tuan. Mungkin, di planet lain di luar sana, ada jenis Tuan-Tuan yang berpendapat kalau saya 'ga jelek-jelek dan ga sinis-sinis' banget kok. Dari lubuk hati saya yang paling dalam saya meminta maaf dan mendoakan kebahagian untuk kalian, Tuan-Tuan Tampan yang baik hati beserta Tuan, Nona dan Nyonya pendamping. GBU bro' ;)
Minggu, 20 Maret 2011
S A R A (B)*
Beberapa teman saya mempostkannya di wall Facebook mereka beberapa hari yang lalu. Saya pernah 'gendut' dan sekarangpun saya masih
Berhubung teman-teman saya dari sananya 'kecil-kecil', mungkin mereka tidak merasakan bagaimana 'susahnya' menjadi besar. Argh, saya jadi sirik.
"Feb, Feb, Feb. Diet."
"Iyah Deph, ini juga lagi diet."
Berisik amat sih kalian! Pergi makan ke restoran, malah ribut ngomongin 'diet, berat badan, gendut, gendut'! Capek dengernya.
Beruntunglah kalian yang memang dari sananya kecil-kecil, ga perlu takut gendut dan mungkin memang ga ada bakat gendut sama sekali. Mestinya kalian bersyukur dan bukannya terus-menerus menyindir teman yang lebih 'berisi' dibanding kalian.
Teman-teman bisakah kalian tidak menyinggung masalah berat badan dan obesitas sebentar saja? Saya tahu dan menyadari kalau saya 'besar'. Tapi masa setiap kali kalian melihat saya, yang pertama kali muncul di benak kalian adalah kata obesitas, over weight, gendut? Yah, lama-lama saya merasa jadi tidak nyaman dan insecure kalau berada di tengah-tengah kalian.
"Gede banget sih loe."
"Porsi makan 3 orang loe abisin sendiri."
"Gila, ukuran lengan loe seukuran paha gue."
Dua sahabat saya adalah penderita bulimia dan mungkin anorexia juga. Apa perlu kita menambahkan satu sahabat lagi?
"Kalau bukan teman sendiri yang menghina, siapa lagi yang bakal menyadarkan kesalahan kita?"
Itu kata-katanya. Dia menyadari sindiran kalian sudah sampai batas 'hinaan' dan untungnya dia berbesar hati, dan menganggap kalian adalah teman-teman yang baik yang menyadarkan dia. Terlebih lagi dia menganggap sebagai kesalahnya sendiri. Duh, ngeri saya mendengarnya. Teman yang baik adalah teman yang mau menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing individu tanpa menjudge berapa sih berat badannya ;)
Terus terang saya takut dengan kalian, berapa kilo lagi berat badan yang harus dia susutkan? Dulu saya merasa 'fun' kalau jalan bersamanya, karena dia memang teman 'foodie' saya, mencoba-coba makanan dan minuman baru. Sekarang? Seperti seorang pasien dengan komplikasi jantung dan diabetes, makan ini tidak bisa, makan itu dilarang. Bukan salah siapa-siapa. Memang pilihannya untuk menjalani diet ketat seperti itu, dengan alasan kesehatan tentunya. Kita bisa mengundang dia makan, dia datang, kita makan, dia hanya minum. Bukan hanya sekali, berkali-kali.
Masalah berat badan adalah masalah yang sensitif, seperti SARA. Yah, teman-teman, seperti yang pernah kalian bahas 'SARAB': suku, agama, ras, antar golongan dan berat badan. Kalian sendiri yang membahasnya tapi kalian juga yang terus-menerus menyinggungnya.
Maaf teman-teman, saya memang pengecut karena saya tidak berani mengutarakannya secara langsung. Saya malah menuliskan cerita tidak jelas di sini. Saya takut dibilang tidak 'asyik' dan dianggap sirik dengan keadaan kalian. Saya diam.
Ingat teman-teman, tidak semua orang dilahirkan dengan sempurna, hargailah orang lain, terlebih teman kalian sendiri :)

sumber: www.allposters.com
*Istilah ini dicetuskan oleh beberapa teman saya di sini, seingat saya dr. Muzakkir (atau dr. Evan mungkin) yang menambahkan B di belakangnya :)
Sabtu, 13 November 2010
Campuran Kopi Susu
Masih tentang sahabat yang sama, deuh, kok belakangan ini tingkahnya semakin mengerikan. Hahaha. Jarang-jarang loh saya memgeluh :p Bagaimana rasanya menjadi orang ketiga yang harus menyaksikan kejadian ini?
Minggu pagi yang cerah, kebetulan kami bertiga berjalan melewati sebuah kedai kopi ternama.
"Gua ga suka kopi di sini. Pasaran." Keluh seorang sahabat, sebut saja A, seketika kita menghirup harumnya kopi yang menyeruak dari dalam kedai.
"Pasaran kenapa?" Berhubung baru-baru ini saya tergila-gila dengan kopi, otomatis saya bertanya.
"Gua ga suka rasanya, kombinasi pahitnya kopi dan susunya ga balance." Si A menjelaskan dengan ketus.
"Menurut gua itu selera masing-masing." Sahabat saya yang satu lagi, sebut saja B menyahut dengan kalem sambil berlalu masuk ke kedai kopi itu.
Kamipun memesan minuman yang kami inginkan, saya dengan segelas cappuccino dan B dengan segelas espresso panasnya. Bagaimana dengan A? Mungkin karena 'pasaran' (busyet deh, kopi segelas 30 rebu dibilang pasaran) A pun tidak memesan apa-apa.
"Ga mesen apa-apa A?" B bertanya di tengah kesibukannya meniup dan menyesap espresso panasnya.
"Ga deh. Kebanyakan minum kopi bikin gua deg-degan." A pun mengeluarkan sebotol air mineral dari tasnya.
"Oh.." Jawab B singkat. Sayapun bingung, kok A tidak tergoda dengan semerbak-harumnya kopi yang kami minum yah?
"B, kok elo bisa sih minum espresso yang pahit gituh? Kaya minum jamu aja. Hahaha." Sebenarnya kebiasaan B ini yang lebih membuat saya penasaran. Dibanding kebiasaan-kebiasaan A yang selalu mengkomentari apapun, B selalu diam dan termenung, dia hanya akan menjawab kalau ditanya.
"Hem, justru itu enaknya Dev. Kadang gua juga minum cappuccino atau yang lainnya kok. Cuma kadang gua butuh sentakan dari pahitnya kopi dan aroma kopi itu sendiri, tanpa tambahan susu atau yang lain." B pun tersenyum sambil menghirup aroma kopinya.
"Coba deh Dev.." B mendekatkan cangkir kecilnya ke hadapan saya.
"Baunya enak. Hahaha." Jawaban klise buat penggemar kopi jadi-jadian seperti saya.
Kamipun melanjutkan acara jalan-jalan kami. Kali ini kami melewati sebuah toko sepatu olahraga ternama. B pun berhenti sejenak untuk mengamati sepatu-sepatu yang terpajang di etalase, tertera tulisan SALE (up to) 70%!
"Sori, gua masuk dulu yah." B meminta ijin kepada kami.
"Oh okeh, gua juga mau liat-liat." Sayapun mengikuti B masuk.
"Ah, sama aja. Mau diskon mau engga, harganya ga beda jauh kalau kita beli di Indo." Dengan sinisnya A berkomentar, dengan terpaksa dia mengikuti kami masuk.
"Lumayanlah A, jarang-jarang ada diskon untuk keluaran baru. Walaupun 10-20 persen kalau dikurs bedanya nyaris dua ratus ribu dan belum tentu di Indo ada." B tersenyum sambil mengambil sepasang sepatu dari etalase. Ketika B membalik sepatu dan melihat tag harganya, sayapun ikutan mengintip. Huks. ¥890 (nyaris 1,2 juta rupiah!).
"Alah, dua ratus, tiga ratus ribu mah ga masalah. Itung-itung ongkos kirim." Deuh A, kalau ngomong mbok yah lihat-lihat sekeliling. Dua ratus ribu bisa untuk makan sebulan itu.
Si B pun membeli sepasang sepatu dari toko itu. Setahu saya, B memang 'penggemar' berat merk ternama itu. Beberapa kali saya melihat B memakai model yang berbeda dari 'brand' tersebut.
Belakangan ini saya merasa komentar-komentar A menjadi tidak beralasan, dan seringnya negatif. Sebentar lagi dia akan berulang tahun, saya jadi takut untuk memberikannya hadiah. Dua tahun terakhir, hadiah saya tidak memenuhi standarnya.
"Loe ngasih apaan sih Dev? Jam rusak loe kasih ke gua." Hem, saya tersinggung dengan pernyataan itu karena jelas-jelas jam itu berdetak ketika saya beli. Mana saya tahu kalau baterainya kebetulan habis.
"Sori Dev, tapi gua udah punya barang yang loe kasih itu. Nih, buat loe aja. Elo kan belom punya." Disodorkannya karpet yang saya beli khusus untuk kado ulang tahunnya. Karpet itu baru, bukan barang bekas. Karpet itu ada di kamar saya sekarang. Setiap kali saya melihat karpet itu saya sedih, saya benar-benar tulus dan niat membelikan A karpet itu karena saya berpikir lantai kamar A pasti dingin kalau musim dingin datang. Apa boleh buat, saya keduluan senior saya yang juga memberikan karpet (yang ternyata memang lebih besar, dan karpet saya jadi tampak seperti keset).
Hey, apa A benar-benar tahu banyak tentang hal-hal di atas (dan hal-hal lainnya)? Setahu saya, A selalu diam di kamar, jarang keluar. Kadang ceritanya hanya seputaran acara televisi dan internet. Dulu dia masih mengutip sumbernya "Oh, kemarin gua baca di internet kalau sebagian besar produk 'adadeh' ditarik dari pasaran karena kesalahan cetak". Itu dulu, kalau sekarang A lebih banyak mensensor sumbernya, ingat kedai-kopi-ternama-pasaran itu dong? Kebetulan saya menemukan sumber beritanya di situs pencari, dengan judul berbahasa Inggris. Di paragraf akhir berita itu disimpulkan, walaupun pasaran (karena cabang-cabangnya menjamur di mana-mana), namun sepertinya orang-orang masih akan terus berkunjung ke kedai mereka karena memang belum ada kedai lain yang menyaingi (dengan produk dan strategi pemasarannya yang jempolan). "Kombinasi pahitnya kopi dan rasa susu yang ditambahkan sepertinya tidak sesuai dengan selera saya, karena saya tidak lagi bisa merasakan karakter kopi di dalamnya." Tebak dari mana saya menemukan kutipan kalimat di atas? Ternyata bukan genuine perkataan A seperti sebelumnya, pendapat B ternyata benar "sesuai selera masing-masing". Yup, kutipan perkataan di atas memang saya dapatkan dari blog yang B tulis. Tanpa maksud apa-apa (dan bodohnya) saya mengetikan kalimat yang A katakan, search: kombinasi pahitnya kopi dan susu. Saya kaget karena di antara hasil yang ditemukan mesin pencari itu terkait blognya B (lengkap dengan foto dan deskripsinya)!
Ada hikmahnya juga sih Dev, tentang karpet, mungkin A juga merasakan hal yang sama "kasihan Devina, di kamarnya ga ada karpet" daripada tersia-siakan lebih baik diberikan kepada orang yang membutuhkan bukan? Untuk informasi-informasi yang disampaikan A, walaupun tidak jelas sumbernya (kita tidak akan pernah tahu kalau A benar-benar pernah mencoba, terlibat atau mendatangi sumber) setidaknya A mempercepat proses penyampaiannya, hitung-hitung berbagi berita :D
Rabu, 03 November 2010
Big Black Book
Makasih yah teman-teman yang sudah mengintip blog ini. Kalian boleh request tempat, film, cerita/pengalaman atau makanan yang mau kalian coba atau datangi tapi ragu-ragu. Kalau saya sempat dan mungkin, akan saya laporkan di sini. Hahaha.
Terbukti 'iklan' Pizza Hut nya laku. Padahal saya tidak bermaksud mengiklankan :p
Selasa, 21 September 2010
Human Being
Mereka boleh menganggap diri mereka hebat dan menyombongkan diri mereka langsung di hadapan saya. Apakah saya tidak boleh berangan-angan menjadi seseorang yang hebat melalui cerita-cerita saya? Karena saya tidak memiliki keberanian untuk menyatakan "Eh, menurut loe, Wang Lee Hom* sama gue gantengan mana? Kayanya gantengan gue ke mana-mana yah. Hahaha." Di dalam cerita inipun saya tidak pernah berangan-angan menjadi seperti Scarlett Johansson**, terus-terang saya malu, tidak berani dan hati kecil sayapun mengatakan "Bagaimana mungkin, kamu bermata sipit dan berambut hitam, lah jelas-jelas dia bule yang berambut pirang."
Menjadi salah saya (dan perempuan-perempuan lain) kalau tiba-tiba saya didatangi orang asing yang mendesak ingin berkenalan. Bukanlah tipe saya, yang merasa senang karena tiba-tiba ada orang minta berkenalan, saya malah takut dan merasa terganggu. Saya lebih suka duduk diam mendengarkan musik atau mengamati suasana sekitar sambil menghabiskan segelas kopi atau teh, sendirian. Hening, dalam dunia saya sendiri, tanpa percakapan, tanpa pertanyaan dan jawaban.
Memang saya bukan isteri, pacar ataupun adik perempuan mereka. Tidakkah mereka berpikir kejadian yang menimpa saya (dan perempuan-perempuan lain) bisa saja terjadi kepada orang-orang terdekat mereka? Ah, kecil kemungkinannya untuk isteri, pacar atau adik perempuan mereka menumpang bis umum. Wajarlah, kalau mereka tidak mengerti bagaimana perasaan perempuan-perempuan yang harus berdesak-desakan di dalam kendaraan umum, yang kadang tanpa disadari ada tangan-tangan jahil (dan anggota-anggota tubuh lainnya) yang menggerayangi. Bahkan ketika bis itu kosong, tidakkah mengherankan mendapati seseorang memaksa duduk disebelahmu dan mengambil setengah jatah kursimu? Yah, mungkin tidak terpikir bagi mereka. Hanya cerita kosong, yang mungkin sengaja dibuat untuk menyatakan "Get me, grab me or yeah I'm sexy as hell, baby!"
Celana yang saya beli sama-sama pendeknya dengan yang dia beli. Wajarlah, kami bercelana pendek dan bertank-top di sini. Panas. Hari ini saja suhu udara di luar mencapai 38 derajat celcius. Itu sudah lebih baik, sebelum-sebelumnya sempat mencapai 45 derajat! Tidakkah aneh dan mengumbar aurat? Sepertinya tidak, sebagian besar kaum hawa di sini juga berkostum sama. Bagaimana dengan kaum adamnya? Kadang sebagian dari mereka harus bertelanjang dada, atau paling tidak menggulung kaos mereka sampai di atas perut. Sehingga wajar saja kalau tiba-tiba saya mengarahkan kamera saya ke arah perut mereka dan 'jepret'. Sama halnya kalau saya pria dengan kamera atau handphone berkamera, diam-diam saya mengikuti seorang perempuan bercelana cukup pendek, tunggu sampai dia menaiki eskalator atau tangga dan 'jepret'. Ingat, ini bukan untuk konsumsi pribadi, tapi request seseorang yang mungkin tidak punya adik perempuan.
Mungkin mereka berpikir ini salah saya (dan perempuan-perempuan lain) yang bercelana pendek dan tidak tahu diri. Sengaja memamerkan betis, paha dan bentuk selangkangan yang mungkin tidak bisa dibilang indah dan menawan. Hasilnya akan sama saja dengan terfoto atau tidak, ujung-ujungnya akan menjadi konsumsi publik juga. Iyakan? Tadinya saya berencana memakai kerudung dan menutupi semua anggota tubuh saya. Argh, tapi saya tidak mampu, salut untuk saudari-saudari yang bertekad untuk mengenakan hijab dalam kesehariannya. Salut. Kalau saya? Hua! Panasnya tidak tertahankan. Kalaupun saya memakai kerudung atau pakaian tertutup, saya yakin mereka juga akan berkomentar sinis "Sok seksi loe, apa juga yang mau loe tutupin? Berasa cantik dan badan loe bohay aja. Lihat tuh, lemak loe nyembul di mana-mana. Loe pikir kita bakal ngeliatin loe apa? Kalaupun elo berhotpants kita bakal jauh-jauh, merusak mata tau ga. Ga ada bagus-bagusnya untuk diliat!"
Maaf, sekali lagi saya membuat kalian pingin muntah dengan membaca curhatan saya ini. Entah, mereka akan dengan tidak sadar berkomentar lagi atau malah memilih diam dan berkomentar di belakang saya. Saya hanya berharap mereka menyadari kalau menjadi perempuan tidaklah mudah, selain kita harus memikirkan diri kita sendiri, kadang kita juga harus memikirkan pandangan orang-orang di sekitar, baik kaum prianya maupun sesama perempuan. Jadi, hargailah kami, teman atau saudara perempuan kalian dan biarkan kami menjadi diri kami sendiri. Tabik!
-> Yah, menjadi pria juga tidak mudah, bagaimana kami harus menahan diri untuk tidak berkomentar atau melihat 'sesuatu' yang tersedia gratis di depan kita? Mau pura-pura tidak lihat, kalian malah tersinggung, dipikirnya kami tidak menghargai dan menganggap kalian jelek. Mau terang-terangan dilihat, kalian menganggap kami melecehkan. Nah kan?
**Scarlett Johansson

*Wang Lee Hom, model iklan air mineral Wahaha.
Rabu, 25 Agustus 2010
UnderEstimation
Senin, 20 Juli 2009
Scanner
Dua kali kita berpapasan hari ini, mau tidak mau, karena jadwal kita nyaris sama di hari Minggu kemarin. Gereja dan jalan pulang yang sama.
Apa yang telah mereka perbuat? Haha. Mana saya tahu, mata saya bukan mesin pemindai yang bisa membaca langsung gerak-gerik mereka. Alah, kamu saja yang 'menyebalkan' sehingga patut dihindari.