Rabu, 22 Juni 2011

Coffee for Two


Dia bilang "saya cantik.." Oh, yang dimaksud bukan 'saya' tapi dirinya sendiri. Hahaha. Yah, dia 'cantik', menurutnya. Berkali-kali saya bertemu dengan orang-orang bertipe seperti ini, mereka yang memiliki percaya diri sangat tinggi. Tidak ragu-ragu mereka menyatakan diri mereka sendiri sebagai 'wanita mandiri yang supel, cantik, seksi dan mapan'. Pingin rasanya saya mempertemukan teman-teman yang bertipe seperti ini di dalam satu kesempatan. Apa kiranya yang akan mereka bicarakan yah?

Satu teman saya memang seorang model, tapi bukan super model. Beberapa kali dia ikut kontes kecantikan, biasanya dia tersaring di tahap-tahap awal penjurian tapi sayangnya hanya sampai situ. Tapi memang dia 'cantik', berpostur bagus dan berpenampilan menarik, dari kalangan 'jet setter' pula. Dia salah satu 'klien' setia saya, kalau kebetulan saya pulang kampung, dia pasti langsung menghubungi saya untuk mengatur jadwal bertemu. Biasanya dia akan mengajak saya (mentraktir lebih tepatnya) ngopi-ngopi di 'warung kopi' mewah. Gelas per gelas cappuccino, latte bahkan ice lemon tea terus mengalir bergantian dengan cake dan snack ringan yang saya pesan. Si dia terus bercerita. Sesekali saya berkomentar dan menyatakan pendapat. Si dia hanya minum segelas-dua gelas kopi hitam pekat sambil mendengarkan dengan serius pendapat-pendapat saya. Kok saya betah? Cerita si 'dia' ini menarik dan jarang terjadi di dalam kehidupan saya, bahkan dalam kehidupan nyata sekalipun. Saya 'suka' kepribadiannya, walaupun ceritanya selalu tentang dirinya tapi dia bercerita dengan penuh gairah dan saya tidak pernah bosan mendengarkannya bercerita (baca: berkeluh-kesah). "Amit-amit deh Dev, walaupun dia manajer bank tapi tampangnya ga enak diliat, supirku aja masih lebih enak diliat!" Dia menyeruput kopi pahitnya sambil mengetuk-etuk meja kayu di depan kami.

Beda lagi dengan seorang teman yang selalu menyempilkan kata cantik, anggun, dewasa, feminin dan kata-kata sejenisnya itu untuk mendeskripsikan dirinya dan tindakan yang dilakukannya. "Permisi, wanita cantik mau lewat." Begitu katanya ketika dia melintas di hadapan saya. "Yah iyalah, wanita anggun ga mungkin duduk ngangkang." Suatu kali si dia mengomentari cara duduk saya, dan dengan sigap dia mencontohkan cara duduk wanita anggun yang benar. Teman saya ini juga suka bercerita dan menceritakan ulang cerita teman-temannya, dia juga selalu berusaha untuk membuatnya menarik. Tapi yah.. Tetap saja membosankan. Ceritanya biasanya kutipan (entah dari mana), dia jarang meminta pendapat atau mendengarkan komentar pendengarnya. Ketika saya ingin berkomentar, dia akan bilang "Bentar dulu, gue bla bla bla.." atau "Dengerin gue dulu.." Sayapun mendengarkan dia bercerita sampai selesai dan saya lupa mau berkomentar apa. Hahaha. Apakah si dia cantik seperti penggambaran dirinya tersebut? Apakah 'kualitasnya' sebagus yang dia ceritakan? Relatif sebenarnya, tapi yang pasti dia pelit! Dia tidak pernah menraktir saya :p

"Saklek kamu, Dev. Apa susahnya sih bilang kalau dia cantik?" Itu pendapat Momz, ketika saya bercerita tentang teman kedua saya.
"Tapi Mom, aku ga bisa boong."
"Jadi menurut kamu dia..." Momz diam.
"Huahahaha..." Tiba-tiba Momz tertawa di ujung telepon.
"Jahat kamu, Dev. Ga boleh gituh ah, dia kan anak orang juga."
"Makanya aku ga ngomong Mom. Aku juga kan ga bagus-bagus banget."
"Iyah, biasa aja yah Dev, ga usah lebay."

Mungkin teman kedua saya terlalu banyak mendengarkan Beautiful nya Christina Aguilera. Ga ada salahnya sih sebagai 'self booster', asal jangan keterusan aja, jadi ga liat-liat sekeliling :)

"Peduli amat pendapat orang, toh gua CANTIK!" Terus-terang bosen gua. Yeah, kill me baybeh.




Catatan untuk Devina, ternyata batas pertemanannya diukur berdasarkan urusan traktir-menraktir. Traktir dia segelas kopi, maka dia tidak akan berkomentar macam-macam :D

Jumat, 17 Juni 2011

Selera Nusantara*

Setahu saya, Kota Jakarta hanya satu di Indonesia (sebentar, saya googling dulu)... Sepertinya sama, semuanya menunjuk ke Jakarta, ibukota Indonesia. Tapi dari cerita teman-teman saya, sepertinya Jakarta yang kita tempati itu berbeda. Di Jakarta saya bisa menemukan hampir segalanya, tergantung permintaan dan harga.

Jakarta, di sana saya bisa bertemu roti tawar empuk kesukaan saya. Ada tiramisu ‘asli’ (baca: original) yang mantab rasanya, bukan dengan krim buatan dan sponge-cake yang keras. Saya bisa dengan puas makan kue basah khas Indonesia yang beraneka ragam. Bertemu lagi dengan berpuluh-puluh (atau ratusan?) resto Jepang yang bisa dibilang lebih autentik rasanya dibanding di sini.

Yah, balik lagi ke masalah selera masing-masing individu. Mungkin sayanya saja yang tidak begitu cocok dengan masakan khas Sichuan yang rasanya didominasi oleh pedas, pedas dan pedas. Biasanya diakhiri dengan rasa ‘baal’ (numbness, mati rasa) di area sekitar bibir dan lidah. Masakan khas Sichuan yang saya coba di Jakarta rasanya agak beda dengan yang di sini. Awal-awal saya tinggal di sini, saya belum terbiasa dengan masakan khas sini yang penuh dengan cabai, lada Sichuan (Sichuan peppercorn, duh bahkan kota ini punya ‘lada’ nya sendiri, atau andaliman dalam bahasa Indonesia), star anise (adas dalam bahasa Indonesia) dan minyak! Sekitar 2-3 minggu saya baru terbiasa, dengan artian mulut dan sistem pencernaan saya bisa menerima, tanpa rasa aneh dan diare : p

Entah, saya masih lebih memilih rasa masakan Padang yang pedas ketimbang masakan sini. “Itu beda! Rasanya beda, ga bisa disamaain.” Pasti teman saya ramai-ramai menangkis pernyataan saya itu : )


Bean Curd Special


Spicy mapo doufu or mapo tofu, one of Sichuan's speciality.

鸡蛋锅饼


Gorengan khas Chongqing : )

Chinese Mashed Potato


Chinese mashed potato with a lot of chili sauce.




* Jadi inget Rudy Choirudin, apa kabarnya yah? : ) ( http://www.tabloidbintang.com/berita/sosok/10113-rudy-choirudin-ingin-menjadi-kiblat-masakan-nusantara.html )
** Dan ternyata, Chengdu, salah satu kota di provinsi Sichuan terpilih menjadi 'City of Gastronomy' dari seluruh dunia oleh UNESCO! (sumber: http://unesdoc.unesco.org/images/0019/001920/192047e.pdf )

Rabu, 15 Juni 2011

Women


Lama-lama berada di antara orang-orang hebat, membuat saya berkecil hati. Teman perempuan saya cantik-cantik, penuh percaya diri dan pintar. Sudah bukan jamannya lagi pemikiran bahwa perempuan berpenampilan menarik belum tentu pintar dan cerdas. Nyatanya teman-teman saya serba sempurna. Apalagi teman-teman pria saya, mereka ganteng, cerdas dan kaya (penting katanya).

Sebagian besar teman-teman perempuan saya sudah mantap, yakin dan nyaman dengan tubuh dan penampilannya. Sedangkan saya masih shock dan bingung dengan pertumbuhan dan perubahan yang terjadi. Hahaha. Mungkin beberapa teman perempuan saya akan bilang “Belagu loe Dev, umur udah bukan remaja aja, masih berasa tumbuh.”

Saya bingung bagaimana harus menyikapi bagian-bagian tubuh yang ‘berkembang’ itu. Burka mungkin bisa dijadikan pilihan, setidaknya semua bagian tubuh bisa tertutup dengan baik. Tapi bagaimana nasib wajah saya? Bukankah aneh kalau hanya bagian pundak ke bawah yang tertutup? Kebetulan beberapa teman perempuan saya ‘berani’ dalam berpenampilan, tentu saja didukung dengan bentuk tubuh yang aduhai. Saya malah risih menampilkannya. Duh, malu rasanya. Hahaha.

“Cuih! Boong banget neh anak, biasa juga pake baju kaya ga pake baju, lebih banyak bagian yang keliatan ke mana-mana.” Hem, mungkin itu pendapat beberapa teman perempuan saya setelah membaca cerita ini. “Munafik! Pake bilang risih dan malu-malu segala.” Yah, yah, yah cacian itu mungkin juga terucap, dengan tawa sinis mereka. Maaf teman-teman, kalaupun saya berpakaian ‘seadanya’ itu karena faktor kebimbangan saya, bagian mana saja yang harus saya tutupi. Setelah berjam-jam mencoba berbagai jenis baju dan celana, akhirnya saya memutuskan: Duh, daripada bingung menutupi bagian-bagian tertentu, lebih baik sekalian dibuka! Ci-luk-ba!

Catatan untuk seorang teman pria yang beranggapan perempuan dengan dada-panggul-bokong berisi sama dengan gemuk, itu salah besar! Yah, mungkin selera orang beda-beda, Mas. Tapi mbok yah jangan semua perempuan dengan sedikit lemak lantas dibilang gemuk. Mungkin beberapa perempuan risih dengan ukuran dada atau panggul/ bokongnya yang sedikit di atas rata-rata, lantas dia menutupinya dengan pakaian serba kebesaran (seperti saya, huahaha, silahkan ditertawai pernyataan ini). Kami, perempuan-perempuan tidak ‘tercetak’ sama-rata seperti model-model di katalog itu. Masalah akan menjadi lebih rumit lagi, ketika perempuan-perempuan itu menjadi ibu : )

So, pria-pria ganteng teman-teman saya, ga usah banyak nuntut deh :p


sumber gambar: google art project, wikipedia.

Label

cerminan (23) daily (11) filosofi (1) fotografi (3) fragrance (3) jalan (5) khayal (10) musik (2) pandangan (4) photography (2) real (15) renungan (7) rumah sakit (6) santai (3) tuan puteri (2) waktu (6) weekend (6)