Selasa, 21 September 2010

Human Being

Mereka maunya apa sih? Kalau memang tulisan dan cerita di blog saya ini membuat mereka merasa eneg, dan ingin muntah yah tidak perlulah mereka diam-diam membacanya. Kadang mereka berkomentar di luar kesadaran mereka. Kalau memang tidak sesuai dengan harapan mereka, buat apa mereka membacanya, buang-buang waktu. Anggap saja mereka tidak pernah tahu kalau saya bercerita di blog ini.

Mereka boleh menganggap diri mereka hebat dan menyombongkan diri mereka langsung di hadapan saya. Apakah saya tidak boleh berangan-angan menjadi seseorang yang hebat melalui cerita-cerita saya? Karena saya tidak memiliki keberanian untuk menyatakan "Eh, menurut loe, Wang Lee Hom* sama gue gantengan mana? Kayanya gantengan gue ke mana-mana yah. Hahaha." Di dalam cerita inipun saya tidak pernah berangan-angan menjadi seperti Scarlett Johansson**, terus-terang saya malu, tidak berani dan hati kecil sayapun mengatakan "Bagaimana mungkin, kamu bermata sipit dan berambut hitam, lah jelas-jelas dia bule yang berambut pirang."

Menjadi salah saya (dan perempuan-perempuan lain) kalau tiba-tiba saya didatangi orang asing yang mendesak ingin berkenalan. Bukanlah tipe saya, yang merasa senang karena tiba-tiba ada orang minta berkenalan, saya malah takut dan merasa terganggu. Saya lebih suka duduk diam mendengarkan musik atau mengamati suasana sekitar sambil menghabiskan segelas kopi atau teh, sendirian. Hening, dalam dunia saya sendiri, tanpa percakapan, tanpa pertanyaan dan jawaban.

Memang saya bukan isteri, pacar ataupun adik perempuan mereka. Tidakkah mereka berpikir kejadian yang menimpa saya (dan perempuan-perempuan lain) bisa saja terjadi kepada orang-orang terdekat mereka? Ah, kecil kemungkinannya untuk isteri, pacar atau adik perempuan mereka menumpang bis umum. Wajarlah, kalau mereka tidak mengerti bagaimana perasaan perempuan-perempuan yang harus berdesak-desakan di dalam kendaraan umum, yang kadang tanpa disadari ada tangan-tangan jahil (dan anggota-anggota tubuh lainnya) yang menggerayangi. Bahkan ketika bis itu kosong, tidakkah mengherankan mendapati seseorang memaksa duduk disebelahmu dan mengambil setengah jatah kursimu? Yah, mungkin tidak terpikir bagi mereka. Hanya cerita kosong, yang mungkin sengaja dibuat untuk menyatakan "Get me, grab me or yeah I'm sexy as hell, baby!"

Celana yang saya beli sama-sama pendeknya dengan yang dia beli. Wajarlah, kami bercelana pendek dan bertank-top di sini. Panas. Hari ini saja suhu udara di luar mencapai 38 derajat celcius. Itu sudah lebih baik, sebelum-sebelumnya sempat mencapai 45 derajat! Tidakkah aneh dan mengumbar aurat? Sepertinya tidak, sebagian besar kaum hawa di sini juga berkostum sama. Bagaimana dengan kaum adamnya? Kadang sebagian dari mereka harus bertelanjang dada, atau paling tidak menggulung kaos mereka sampai di atas perut. Sehingga wajar saja kalau tiba-tiba saya mengarahkan kamera saya ke arah perut mereka dan 'jepret'. Sama halnya kalau saya pria dengan kamera atau handphone berkamera, diam-diam saya mengikuti seorang perempuan bercelana cukup pendek, tunggu sampai dia menaiki eskalator atau tangga dan 'jepret'. Ingat, ini bukan untuk konsumsi pribadi, tapi request seseorang yang mungkin tidak punya adik perempuan.

Mungkin mereka berpikir ini salah saya (dan perempuan-perempuan lain) yang bercelana pendek dan tidak tahu diri. Sengaja memamerkan betis, paha dan bentuk selangkangan yang mungkin tidak bisa dibilang indah dan menawan. Hasilnya akan sama saja dengan terfoto atau tidak, ujung-ujungnya akan menjadi konsumsi publik juga. Iyakan? Tadinya saya berencana memakai kerudung dan menutupi semua anggota tubuh saya. Argh, tapi saya tidak mampu, salut untuk saudari-saudari yang bertekad untuk mengenakan hijab dalam kesehariannya. Salut. Kalau saya? Hua! Panasnya tidak tertahankan. Kalaupun saya memakai kerudung atau pakaian tertutup, saya yakin mereka juga akan berkomentar sinis "Sok seksi loe, apa juga yang mau loe tutupin? Berasa cantik dan badan loe bohay aja. Lihat tuh, lemak loe nyembul di mana-mana. Loe pikir kita bakal ngeliatin loe apa? Kalaupun elo berhotpants kita bakal jauh-jauh, merusak mata tau ga. Ga ada bagus-bagusnya untuk diliat!"

Maaf, sekali lagi saya membuat kalian pingin muntah dengan membaca curhatan saya ini. Entah, mereka akan dengan tidak sadar berkomentar lagi atau malah memilih diam dan berkomentar di belakang saya. Saya hanya berharap mereka menyadari kalau menjadi perempuan tidaklah mudah, selain kita harus memikirkan diri kita sendiri, kadang kita juga harus memikirkan pandangan orang-orang di sekitar, baik kaum prianya maupun sesama perempuan. Jadi, hargailah kami, teman atau saudara perempuan kalian dan biarkan kami menjadi diri kami sendiri. Tabik!

-> Yah, menjadi pria juga tidak mudah, bagaimana kami harus menahan diri untuk tidak berkomentar atau melihat 'sesuatu' yang tersedia gratis di depan kita? Mau pura-pura tidak lihat, kalian malah tersinggung, dipikirnya kami tidak menghargai dan menganggap kalian jelek. Mau terang-terangan dilihat, kalian menganggap kami melecehkan. Nah kan?

**Scarlett Johansson



*Wang Lee Hom, model iklan air mineral Wahaha.






Kamis, 16 September 2010

Don't Bother*

Saya masih teman yang sama, dengan karakter yang penyendiri dan ‘semau gue’. Apa yang membuat dia berpikir kalau saya berubah? Bukankah ada mereka? Si A, si B dan si C yang biasanya mau membantunya atau sekedar menjadi teman jalannya. Mengapa tiba-tiba dia meminta saya untuk menemaninya membeli sesuatu yang tidaklah penting, sekilo jeruk. Tidakkah si A dengan senang hati menemaninya karena memang si A suka sekali jeruk. Anehnya lagi, dulu saya sering melihatnya membeli jeruk sendirian, waktu itu dia beralasan tidak mau merepotkan orang lain.

“Hahaha. Gue udah sering banget ketemu cewe kaya loe, biasa banget dan tipikal.” Menurut dia begitulah saya waktu pertama kali kita bertemu. Tipikal dan biasa. Yah, sayapun merasa seperti itu, sama seperti perempuan-perempuan lain yang memiliki sepasang mata, telinga, tangan, kaki dan sepasang-sepasang anggota tubuh lainnya. Normal, tidak ada yang aneh dan ajaib.

“Kamu bisa masak?” Dia bertanya di pertemuan berikutnya, yang mengharuskan saya dan teman-teman menyumbangkan minimal satu jenis masakan untuk dinikmati bersama. Saya menyumbangkan mushroom risotto dan coleslaw.
“Lebih lengkap lagi kalo kamu masak daging atau ayam sebagai tambahannya.” Itu komentar dia ketika dia ‘mencicipi’ kedua kalinya risotto yang saya buat. Saya hanya tersenyum dan menyerahkan piring ke tangannya. Perlukah saya menjelaskan kalau saya vegetarian? Ah, malas rasanya.

Hey! Kamu mau ke mana?” Entah bagaimana, pagi itu saya berpapasan dengan dia di halte bus dekat apartment.
“Mau jalan-jalan.” Jawab saya singkat.
“Ke mana? Bukan ke mall kan?” Dia menunjuk ke arah backpack saya.
“Bukan, mau keliling aja, nyari objek bagus buat difoto.”
“Ah, sendirian?” Dia menatap saya dengan aneh.
“Kayanya.” Lagi-lagi saya hanya bisa tersenyum membalas pertanyaannya dan kebetulan bus yang saya tunggu datang.
“Duluan yah..” Sayapun pamit dan pergi.

Apa yang membuat dia tiba-tiba menghubungi saya dan meminta saya menemani dia membeli sekilo jeruk? Tidakkah teman-teman saya yang lain, yang menurutnya luar biasa dan ajaib itu, tidak lagi punya waktu untuk menemani dia? Ah! Mungkin teman-teman saya itu terlalu istimewa untuk sekedar diajak ke pasar dan menawar sekilo jeruk.

“Oiyah, kenalkan ini Bento, sahabat gue yang kebetulan mampir.” Si diapun bersalaman dengan Bento.
“Kamu mau ke mana Dev?” Sepertinya itu pertanyaan favorit yang selalu ditanyakan dia kepada saya.
“Oh, gue mau nganterin Bento nyari payung.” Jawab saya sambil tersenyum dan menunjuk Bento.
“Payung? Untuk?” Si dia menatap saya dengan penuh tanda-tanya, yah karena cuaca cerah-ceria pada saat itu.
“Bento memang suka koleksi payung.” Bento dan sayapun tertawa. Kamipun berpamitan dan pergi meninggalkan dia sendiri di depan gerbang.

Payung dan Bento, itu adalah kejadian seminggu lalu, sebelum akhirnya saya kembali ke pasar ini untuk mencari sekilo jeruk bersama dia. Agak ragu saya menemaninya mencari sekilo jeruk di musim seperti sekarang ini. Kalaupun ada, harganya mahal dan rasanya pun sangatlah kecut. Mengapa tidak kamu jelaskan saja kepada dia, Dev? Kalaupun kamu malas menemaninya, apa susahnya menolak permintaannya? Cukup bilang ‘tidak’ bukan? Pada akhirnya saya tidak tega dan memutuskan untuk menemaninya. Seharian saya dan dia mencari sekilo jeruk di pasar itu, juga di beberapa pasar swalayan di dekat tempat tinggal kami. Adakah sekilo jeruk di sana?

“Kayanya emang lagi ga musim yah Dev?” Akhirnya dia memutuskan untuk berbicara setelah berjam-jam kita berjalan dan berkeliling.
“Iya” jawab saya singkat.
“Kamu mau ke mana Dev?” Pertanyaan itu lagi. Tadinya saya ingin bertanya balik, karena dia yang mengajak saya bukan?
“Hem, mungkin gue balik aja deh.” Yah, kaki saya pegal dan baju saya basah oleh keringat setelah seharian berkeliling, dan yang paling saya inginkan sekarang adalah pulang dan mandi.
“Dev, sorry yah.” Dia tetap berdiri mematung di sana, di tengah keramaian pasar. Sayapun berpaling dan melangkah pergi, pulang.


Sale! 1kg=1.6RMB (±2,560IDR)

*) Setelah berusaha mengingat beberapa saat, ini adalah judul lagunya Shakira :D

Jumat, 10 September 2010

A Short Note

Kesadaran itu datang, diiringi alunan musik klasik yang menyayat dan suara dentingan harpa yang menyadarkan. Saya di sini, di waktu sekarang, dengan kewajiban dan tugas yang harus diselesaikan. Dentuman drum sekejap mengingatkan saya akan tujuan dan impian, yang baru setengah menjadi kenyataan. Saya harus segera keluar dari ruangan hampa ini. Tolong, bangunkan saya dari tidur panjang tanpa mimpi yang berarti ini.

"Non, bangun!" Terdengar suara si Mbak yang biasa membangunkan saya. Ah, sayangnya si Mbak sudah pulang kampung minggu kemarin.

Devina mengucapkan: Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1431, mohon maaf lahir batin :)

(ilustrasi menyusul)

Label

cerminan (23) daily (11) filosofi (1) fotografi (3) fragrance (3) jalan (5) khayal (10) musik (2) pandangan (4) photography (2) real (15) renungan (7) rumah sakit (6) santai (3) tuan puteri (2) waktu (6) weekend (6)