A: "Kamu butuh apa?"
a: "Saya tidak butuh apa-apa."
A: "Coba dipikir-pikir lagi, kebetulan saya punya banyak barang yang akan dibuang."
a: "Yakin, saya tidak butuh apa-apa."
A: "Bukankah kamu butuh terang?"
a: "Iya, saya butuh terang tapi saya sudah punya."
A: "Tambahkan saja."
a: "Terserah kamulah."
Terang itu tidak saya dapatkan sampai saat ini. Entah apa yang ada di dalam benak A ketika dia menawarkannya kepada saya. Bukan hanya terang, juga arah, dasar, tujuan dan lain sebagainya. Dia hanya sekedar menawarkan, basa-basikah? Kalau memang ingin memberi, berikan saja langsung. Oh, saya lupa A pernah memberikan barang secara langsung kepada saya, tanpa ba-bi-bu, tanpa menunda-nunda dan akhirnya lupa.
A: "Nih, gw udah ga butuh." Disodorkannya sebuah sepeda tanpa roda depan kepada saya. Setahu saya, kota ini tidak memungkinkan kita untuk bersepeda dengan bebas, lalu-lintasnya terlalu ramai, penuh sesak dengan bus-bus besar, selain itu kontur tanahnya juga naik-turun. Apakah saya butuh sepeda?
Oiyah, saya lupa (lagi), A juga pernah memberikan 3 bungkus mie instant dengan cuma-cuma.
A: "Kebanyakan belinya, waktu itu diskon."
a: "Kok ga diabisin aja?"
A: "Engga ah, rasanya aneh. Cobain aja."
Saya pun dengan terpaksa menerima sumbangan mie instant tersebut, sebenarnya saya juga tidak suka dengan mie instant. Ketika 3 bungkus mie instant itu sampai ke tangan saya, sontak saya bersin. Debu-debu itu menari-nari di depan mata saya. Saya perhatikan baik-baik bagian belakang kemasan mie instant tersebut. Argh. Apalah artinya 6 bulan lewat dari masa kadaluarsa mie instant dengan rasa aneh ini, apakah bisa menambahkan keanehan rasanya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar